Puisi

Puisi adalah karya imajinatif yang lahir dari perpaduan rasa, pikiran, dan kepekaan batin pengarang, yang diungkapkan melalui bahasa yang padat, indah, dan penuh makna. Ia tidak terikat pada waktu atau tempat tertentu; puisi bisa tercipta kapan saja—di tengah sunyi malam, riuhnya siang, atau bahkan di sela perjalanan hidup yang singkat. Kehadirannya sering kali spontan, namun tetap melalui proses perenungan dan pemilihan kata yang cermat, sehingga setiap larik memiliki kekuatan untuk membangkitkan emosi dan menggugah imajinasi pembacanya. Puisi dapat memotret keindahan, kesedihan, cinta, kerinduan, kemarahan, bahkan perlawanan, menjadikannya salah satu bentuk ekspresi seni yang paling personal sekaligus universal (Muhsyanur, 2025)

Wasiat Tanah Wajo

Wahai para generasi!
Engkau terlahir di atas bumi tanah Wajo ini
Adalah rahmat Tuhan yang menjelma melalui air susu di dada ibumu
Maka di dalam tubuhmu ada darah yang mengalir untuk tanah Wajo

Tahukah engkau wahai para generasi
Di pundakmu ada titipan harapan dari tanah Wajo
Tanah Wajo Bumi Lamaddukkelleng
Maradeka to Wajoe, ade’na napopuang

Tahukah engkau wahai para generasi
Tanah Wajo adalah bumi yang beradab
Tempat terlahirnya para ulama
Yang bersujud mendoakan demi kemakmuran tanah Wajo

Tahukah engkau wahai para generasi
Tanah Wajo adalah bumi yang berkarakter
Tempat terlahirnya para cendekiawan
Generasi penerus kebanggaan tanah Wajo

Tahukah engkau wahai para generasi
Tanah Wajo adalah bumi yang berbudaya dan beradat
Negeri wasiat para leluhur
Dalam balutan filosofi sipakatau, sipakalebbi, sipakainge

Tahukah engkau wahai para generasi
Tanah Wajo adalah bumi yang asri dan bersih
Maka jangan sekali-kali engkau nodai dengan tingkah-tingkah semena-mena
Yang pada akhirnya, mengantar pada gerbang kemelaratan

Tahukan engkau wahai para generasi
Tanah Wajo, bumi yang permai
Permai karena kekhasan Danau Tempe
Membanggakan dan menententramkan bagi setiap yang bertandang di tanah Wajo

Tanah Wajo, bumi yang indah
Indah karena di bawah langit birunya yang berselendang awan
Telah berdiri tinggi menjulang Gunung Pattirosmpe
Indah karena kelembutannya selembut sutera yang menyulam di setiap titik tanah Wajo

Tanah Wajo bagaikan sepotong Surga yang diturunkan oleh Tuhan
Siapa yang menahkodainya,
Maka genggamlah dengan erat sekuat baja
Yang tak kunjung retak dan patah

Tanah Wajo adalah tanah yang luas
Siapa yang mencintainya
Maka tanamilah dengan benih-benih kebaikan, kebangkitan, dan kemajuan
Agar tanah Wajo menjadi bumi yang damai dan indah

Tanah Wajo, tempat kita menggantungkan cinta dan cita-cita
Setinggi langit indah berpanorama
Di bawah pancaran mataharinya di siang hari,
Dan bulan-bintangnya di malam hari

Tanah Wajo, bumi kita untuk bersujud
Kita terlahir di atas tanah Wajo
Dan kembali untuk tanah Wajo
Kita adalah tanah Wajo

Sengkang, 5 September 2017

Keterangan:
puisi telah mendapaatkan Sertifiakt Hak Cipta. Cek di sini
puisi ini telah dipublikasikan di media online. Cek di sini

Delapan Puluh Tahun Indonesia Merdeka

Delapan puluh tahun cahaya membentang,
di atas tanah yang para pahlawan tegakkan,
merah di dadamu terus menyala terang,
putih di jiwamu tak pernah tergantikan.

Dari ujung Sabang hingga Merauke,
ombak menyanyi, gunung bersaksi,
tangan yang dulu mengangkat senjata,
kini diganti generasi yang berbakti.

Merdeka, oh merdeka!
Bukan sekadar warisan kata,
tapi janji setia untuk dijaga,
dengan kerja, dengan cinta, dengan jiwa.

Delapan puluh tahun engkau berdiri,
melewati badai, menembus sunyi,
kami bersumpah tak akan pergi,
dari pangkuan Ibu Pertiwi.

Berkibarlah Sang Merah Putih,
setinggi harapan, seteguh janji,
Indonesia jaya, Indonesia bersih,
hingga akhir waktu, kami tetap di sini.


Sengkang, 11 Agustus 2025

Paradoks Keabadian

Cinta adalah paradoks yang hidup—
Ia ada dalam ketiadaan,
Hadir dalam perpisahan,
Nyata dalam khayalan.

Seperti bayangan yang mengejar cahaya,
Semakin kau dekati, semakin ia menjauh,
Namun saat kau berhenti,
Ia memelukmu dalam diam.

Cinta lahir ketika ego mati,
Tumbuh subur di tanah kerendahan,
Semakin kau hilangkan diri,
Semakin nyata keberadaanmu.

Hati kosong justru paling penuh,
Jiwa yang lapar paling kenyang,
Dalam kehampaan cinta,
Semesta menemukan maknanya.

Cinta adalah jawaban
Yang mengundang pertanyaan baru,
Solusi yang melahirkan misteri,
Kebenaran yang semakin dalam ketika dipahami.


Sengkang, 12 Agustus 2025

Api Tanpa Asap

Di antara ruang dan waktu yang melayang,
Tersimpan rahasia yang tak terucapkan—
Cinta, seperti api tanpa asap,
Membakar dalam diam, tak terlihat mata.

Tidak ada jejak abu yang tersisa,
Tidak ada kepulan yang mengepul tinggi,
Hanya kehangatan yang meresap dalam,
Menembus jiwa hingga ke sumsum tulang.

Api ini tak membutuhkan kayu bakar,
Tak bergantung pada angin untuk bernyala,
Ia lahir dari esensi murni keberadaan,
Dari getaran alam semesta yang tak kasat mata.

Bagaimana mungkin sesuatu yang tak tampak
Mampu melelehkan es yang membeku bertahun?
Bagaimana yang tak berasap
Justru paling mampu memurnikan hati?

Dalam filosofi kuno, mereka berkata:
Yang sejati adalah yang tak terlihat,
Yang abadi adalah yang tak terjamah indra,
Dan cinta adalah misteri terdalam dari semua.

Api tanpa asap—metafora kehidupan,
Mengajarkan bahwa yang paling nyata
Sering kali yang paling tersembunyi,
Yang paling kuat justru yang paling lembut.

Ia membakar tanpa merusak,
Menerangi tanpa menyilaukan,
Menghangatkan tanpa memanggang,
Menyucikan tanpa meninggalkan bekas.

Seperti cinta dalam bentuk tertingginya—
Tak menuntut pengakuan,
Tak haus akan pujian,
Tak butuh saksi untuk keberadaannya.

Api tanpa asap adalah paradoks kehidupan:
Yang paling kuat adalah yang paling halus,
Yang paling nyata adalah yang tak teraba,
Yang paling indah adalah yang tak terlihat.

Dan dalam keheningan malam yang sunyi,
Ketika dunia tertidur dalam mimpinya,
Api tanpa asap itu tetap menyala,
Menjaga cinta dalam pelukan keabadian.

Surabaya, 25 Agustus 2016